Memuat...
04 December 2025 14:38

Locus of Control: Siapa yang Mengendalikan Hidupmu?

Bagikan artikel

Antara Takdir dan Kendali Diri

Pernahkah kamu berpikir, “Kenapa sih hidupku begini terus?” atau “Aku gagal karena nasib memang nggak berpihak”? Di sisi lain, mungkin kamu juga pernah mendengar seseorang berkata, “Kalau aku mau berusaha, pasti bisa,” dengan penuh keyakinan. Kedua cara pandang ini mencerminkan satu hal penting dalam psikologi: locus of control, yaitu sejauh mana seseorang merasa punya kendali atas peristiwa dalam hidupnya.

Konsep ini pertama kali diperkenalkan oleh Julian B. Rotter pada tahun 1954. Ia mengamati bahwa orang berbeda dalam cara mereka memaknai keberhasilan dan kegagalan. Ada yang merasa hasil hidupnya tergantung pada tindakan sendiri (internal locus of control), sementara yang lain merasa semuanya ditentukan oleh nasib, orang lain, atau keberuntungan (external locus of control).

 

Apa Itu Locus of Control?

Secara sederhana, locus of control berarti “pusat kendali diri.” Rotter menjelaskan dua kutub utamanya:

Pertama, Internal Locus of Control: Orang dengan locus internal meyakini bahwa apa yang terjadi dalam hidup sebagian besar merupakan hasil dari usaha, keputusan, dan tindakan mereka sendiri. Misalnya: “Aku gagal ujian karena kurang belajar, bukan karena soalnya terlalu sulit.”

Kedua, External Locus of Control: Orang dengan locus eksternal merasa bahwa keberhasilan dan kegagalan ditentukan oleh faktor di luar dirinya, seperti keberuntungan, takdir, atau campur tangan orang lain. Misalnya: “Aku gagal ujian karena dosennya bikin soal terlalu susah.”

Keduanya tidak selalu salah. Kadang hidup memang diwarnai hal-hal yang tidak bisa kita kendalikan. Namun, keseimbangan di antara keduanya menentukan bagaimana kita bereaksi terhadap tantangan dan mengambil keputusan.

 

Mengapa Konsep Ini Penting?

Cara kita memaknai kendali hidup ternyata sangat memengaruhi perilaku, motivasi, bahkan kesehatan mental. Mereka dengan locus internal cenderung lebih proaktif, berani mengambil tanggung jawab, dan percaya diri menghadapi masalah. Mereka melihat kegagalan sebagai umpan balik, bukan akhir dari segalanya. Sementara mereka dengan locus eksternal cenderung lebih mudah menyerah, menunggu perubahan dari luar, atau menyalahkan keadaan. Akibatnya, mereka sering merasa tak berdaya dan terjebak dalam pola pikir pesimis.

Namun, penting juga diingat: terlalu “internal” pun bisa membuat seseorang keras pada diri sendiri, merasa semua harus sempurna dan semua kesalahan adalah salahnya. Sementara terlalu “eksternal” bisa membuat seseorang tidak pernah benar-benar merasa punya kendali atas hidupnya.

 

Bagaimana Locus of Control Terbentuk?

Locus of control tidak muncul begitu saja. Ia terbentuk dari pengalaman hidup, pola asuh, serta lingkungan sosial.

Pola asuh: Anak yang dibiasakan untuk diberi kepercayaan mengambil keputusan kecil sejak dini (seperti memilih pakaian, mengatur waktu belajar) cenderung tumbuh dengan locus internal. Sebaliknya, anak yang sering disalahkan tanpa diberi kesempatan mencoba, bisa belajar bahwa hasil hidup tidak bergantung padanya.

Pengalaman masa lalu: Kegagalan berulang tanpa dukungan bisa menumbuhkan perasaan “tidak berdaya,” atau yang dikenal sebagai learned helplessness.

Lingkungan sosial dan budaya: Masyarakat yang menekankan kerja keras dan tanggung jawab pribadi biasanya menumbuhkan locus internal, sedangkan yang lebih fatalistik (percaya bahwa segalanya sudah ditakdirkan) lebih mendukung locus eksternal.

Dampak Locus of Control terhadap Kehidupan Sehari-hari

Penelitian menunjukkan bahwa locus of control memengaruhi banyak aspek hidup kita, mulai dari pekerjaan hingga kesehatan mental: 

Dalam belajar dan bekerja: Individu dengan locus internal lebih termotivasi untuk memperbaiki diri dan mencari solusi. Mereka melihat kegagalan sebagai tantangan yang bisa diatasi.

Dalam hubungan sosial: Mereka yang lebih internal cenderung terbuka untuk berdialog dan memperbaiki hubungan. Sementara individu yang eksternal bisa lebih mudah menyalahkan pasangan, teman, atau situasi.

Dalam kesehatan mental: Locus internal dikaitkan dengan tingkat stres lebih rendah dan perasaan lebih optimis. Sedangkan locus eksternal sering kali berkaitan dengan kecemasan, depresi, dan rasa tak berdaya.

Bisakah Locus of Control Diubah?

Kabar baiknya: ya, bisa! Locus of control bukan sesuatu yang permanen. Ia bisa berkembang seiring pengalaman dan cara berpikir baru.

Beberapa langkah sederhana yang bisa membantu:

  1. Sadari apa yang bisa dan tidak bisa kamu kendalikan. Tuliskan hal-hal yang ada di luar kendalimu, lalu fokuskan energi pada yang bisa kamu ubah.

  2. Gunakan bahasa yang memberdayakan. Ubah kalimat seperti “Aku nggak bisa apa-apa” menjadi “Aku belum tahu caranya, tapi aku bisa belajar.”

  3. Rayakan usaha, bukan hanya hasil. Saat kamu fokus pada proses, kamu memperkuat keyakinan bahwa tindakanmu punya dampak nyata.

  4. Hadapi kegagalan dengan refleksi. Alih-alih menyalahkan diri atau keadaan, tanyakan: “Apa yang bisa aku pelajari dari ini?”
     

Mengenal Locus of Control Lewat Tes Psikologi

Untuk memahami di mana posisi kamu, ada alat ukur psikologi yang bisa digunakan, yaitu Rotter’s Locus of Control Scale. Tes ini membantu melihat kecenderungan seseorang, apakah lebih ke arah internal atau eksternal melalui serangkaian pernyataan reflektif tentang cara memandang peristiwa hidup. Hasilnya bisa menjadi bahan refleksi diri: apakah selama ini kamu lebih banyak melihat diri sebagai pengendali hidup, atau sebagai penonton yang mengikuti alur?

Tidak ada yang lebih baik atau buruk. Yang penting, bagaimana kita belajar menyeimbangkan keduanya, menerima hal yang tak bisa diubah, dan bertanggung jawab atas yang bisa kita kendalikan.

 

Menemukan Keseimbangan

Dalam hidup, tidak semua bisa kita atur, dan tidak semua harus diserahkan pada nasib. Ada ruang di tengah, tempat di mana kita belajar berjuang, tapi juga belajar berserah.

Seperti kata Rotter,

“Orang yang paling sehat secara psikologis adalah mereka yang tahu kapan harus bertindak, dan kapan harus melepaskan.”

Jadi, kalau kamu sedang merasa kehilangan arah, mungkin bukan hidup yang perlu diubah, tapi cara pandang terhadap kendali hidup itu sendiri. Mulailah dengan pertanyaan sederhana:
Apakah aku memegang kendali, atau hanya menunggu dunia berbaik hati padaku?

 

Biro psikologi Smile Consulting Indonesia menyediakan jasa psikotes untuk berbagai kebutuhan asesmen psikologi, baik untuk individu maupun perusahaan. Layanan kami dirancang untuk memberikan hasil yang akurat dan terpercaya.

 

Referensi : 

Rotter, J. B. (1966). Generalized expectancies for internal versus external control of reinforcement. Psychological Monographs, 80(1), 1–28.

Findley, M. J., & Cooper, H. M. (1983). Locus of control and academic achievement: A literature review. Journal of Personality and Social Psychology, 44(2), 419–427.

Lefcourt, H. M. (2014). Locus of Control: Current Trends in Theory & Research. Psychology Press.

 

Bagikan