Di era digital saat ini, kita dibanjiri informasi setiap detik, baik yang kita cari maupun yang datang sendiri tanpa diminta. Dari notifikasi ponsel, email kerja, media sosial, hingga berita yang berlomba menyajikan "breaking news", otak manusia dipaksa untuk memproses lebih banyak data daripada yang pernah terjadi sepanjang sejarah umat manusia. Fenomena ini dikenal sebagai information overload atau kelebihan informasi, dan dampaknya terhadap kesehatan mental jauh lebih serius dari sekadar rasa lelah biasa.
Secara sederhana, overload informasi adalah kondisi ketika jumlah informasi yang diterima seseorang melebihi kapasitas otaknya untuk memilah, memahami, dan mengelola data tersebut. Akibatnya, muncul kelelahan kognitif dimana otak menjadi cepat lelah, konsentrasi menurun, dan pengambilan keputusan menjadi tidak optimal. Dalam jangka panjang, kondisi ini dapat menyebabkan stres kronis, kecemasan, bahkan burnout mental.
Mengapa Kita Rentan Mengalami Overload Informasi?
Salah satu faktor utama adalah kemudahan akses. Dengan hanya menggulir layar, kita bisa mengetahui apa yang sedang terjadi di New York, Seoul, atau Gaza, semuanya dalam hitungan detik. Tidak semua informasi itu relevan dengan kehidupan pribadi, namun otak kita tidak secara otomatis menolaknya. Otak memproses sebagian besar input tersebut karena secara evolusioner, kita terbiasa mengaitkan informasi dengan potensi ancaman atau peluang.
Faktor kedua adalah fear of missing out (FoMO) yaitu ketakutan untuk tertinggal berita terbaru atau merasa tidak "update". Fenomena ini banyak ditemukan pada generasi muda, terutama mereka yang aktif di media sosial. Perasaan harus selalu terhubung justru membuat mereka kehilangan momen istirahat mental yang sangat penting.
Selain itu, kurangnya keterampilan literasi digital juga membuat seseorang kesulitan memilah informasi penting dan tidak penting. Tidak semua orang tahu bagaimana menyaring informasi yang kredibel, menghindari hoaks, atau mengatur waktu paparan digital secara sehat. Akibatnya, otak terus-menerus diserbu oleh berbagai sinyal dan pesan yang menguras energi mental.
Dampaknya pada Kesehatan Mental
Efek jangka pendek dari overload informasi bisa terlihat dari keluhan sehari-hari: sulit fokus, cepat marah, sering lupa, hingga susah tidur karena pikiran terus bekerja. Namun, dalam jangka panjang, kondisi ini dapat memperparah gangguan mental seperti anxiety disorder, depresi, bahkan burnout syndrome. Penelitian oleh Harvard Business Review (2011) menunjukkan bahwa overload informasi dapat menurunkan produktivitas hingga 40% dan meningkatkan stres kognitif secara signifikan.
Tak hanya itu, terlalu banyak informasi juga bisa menyebabkan paralysis by analysis—yaitu ketika seseorang menjadi lumpuh dalam mengambil keputusan karena terlalu banyak opsi atau data yang dipertimbangkan. Dalam konteks pekerjaan atau kehidupan pribadi, kondisi ini dapat merusak performa dan kualitas hidup.
Bagaimana Menghadapinya?
Pertama-tama, penting untuk menyadari bahwa kita tidak wajib mengetahui semuanya. Dunia digital membuat kita merasa "harus tahu", padahal batasan antara informasi yang berguna dan yang membebani tidak selalu jelas. Karena itu, pembuatan batasan digital menjadi langkah awal yang bijak: mengatur waktu penggunaan gawai, mematikan notifikasi yang tidak perlu, dan menyisihkan waktu bebas layar setiap hari.
Kedua, kurasi informasi adalah kunci. Pilihlah sumber informasi terpercaya, batasi jumlah akun yang diikuti, dan biasakan hanya membaca berita dari kanal resmi. Kita juga bisa menerapkan teknik seperti “time-boxing” atau menjadwalkan waktu khusus untuk mengakses informasi, agar tidak menyita fokus sepanjang hari.
Ketiga, latih kesadaran diri (mindfulness). Banyak praktisi kesehatan mental menyarankan latihan mindfulness untuk membantu individu mengenali kapan tubuh dan pikiran mulai kelelahan. Meluangkan waktu untuk rehat sejenak, berjalan kaki tanpa gawai, atau sekadar duduk diam tanpa distraksi adalah bentuk pemulihan mental yang sering diremehkan.
Terakhir, jika overload informasi sudah menyebabkan gangguan tidur, kecemasan berat, atau kelelahan kronis, berkonsultasilah dengan tenaga profesional. Terapis atau psikolog dapat membantu merancang strategi coping yang lebih personal sesuai kebutuhan dan gaya hidup kita.
Menata Kembali Hubungan Kita dengan Informasi
Di tengah dunia yang hiper terhubung, kemampuan menyaring dan mengatur informasi bukan lagi kemewahan melainkan keterampilan hidup yang esensial. Kita tidak bisa memutus hubungan dengan dunia digital, tapi kita bisa mengendalikan seberapa besar dunia itu masuk ke dalam kepala kita. Dengan membangun kesadaran, membatasi paparan, dan mengatur ulang cara kita berinteraksi dengan informasi, kita bisa menjaga agar kesehatan mental tetap prima di tengah derasnya arus digital. Sebagai biro psikologi terpercaya, Smile Consulting Indonesia adalah vendor psikotes yang juga menyediakan layanan psikotes online dengan standar profesional tinggi untuk mendukung keberhasilan asesmen Anda.
Referensi
Eppler, M. J., & Mengis, J. (2004). The concept of information overload: A review of literature from organization science, accounting, marketing, MIS, and related disciplines. The Information Society, 20(5), 325–344.
Harvard Business Review. (2011). Beware the Information Overload. https://hbr.org/2011/06/beware-the-information-overload
American Psychological Association. (2021). Digital Stress and Mental Health. https://www.apa.org/news/press/releases/stress/2021/digital-stress
Newport, C. (2019). Digital Minimalism: Choosing a Focused Life in a Noisy World. Penguin Publishing Group.